Sore itu langit mendung dan kabut tipis menyelimuti perjalanan Kepala BPHN menuju Desa Wonosari. Setelah melalui perjalanan yang cukup melelahkan untuk kunjungan monitoring Desa Sadar Hukum di Desa Kucur dan Desa Sumberdem, sampailah Widodo Ekatjahjana Kepala BPHN Kemenkumham yang didampingi Kepala Dinas Pendidikan yang juga mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Suwadji, Kabag Hukum Arum dan Camat Wonosari Dessy Kabupaten Malang di Desa Wonosari. Desa yang sangat dikenal masyarakat luas sebagai tempat mistis Gunung Kawi berada. Di tempat inilah tradisi dan ritual orang-orang yang ingin mendapatkan pesugihan, atau ingin kesuksesan dan ingin kaya berkembang.
Setelah diterima dan berbincang-bincang beberapa saat tentang Desa Sadar Hukum dan Desa Wisata dengan Kepala Desa Wonosari dan perangkat desa lainnya, Kepala BPHN dan rombongan kemudian bergerak ke komplek kawasan Gunung Kawi. Begitu kaki menginjak masuk komplek, hawa dingin bercampur aroma dupa yang menyengat menambah kesan mistis dan aura alam gaib mulai terasa. “Ini pertama kali seumur-umur saya menginjak tanah mistis Gunung Kawi yang konon dari cerita orang-orang merupakan tempat melakukan ritual sesembahan, dan sembahyang untuk mendapatkan pesugihan (tuyul) dengan membuat perjanjian khusus. Bulu kuduk ku mulai merinding, tetapi sesaat kemudian mulai mereda ketika Pak Suwadji mengajak untuk salat Magrib di Masjid Agung di dalam komplek Gunung Kawi tersebut,” ungkap Widodo.
Selesai salat, Widodo dan rombongan bergerak menuju klenteng yang lokasinya tak jauh dari masjid. Juru kunci dan pengurus Gunung Kawi kemudian menyambut dengan ramah sambil menjelaskan tempat sesembahan Dewi Quan Im dan tradisi ritual Gunung Kawi yang sempat sepi pengunjung di masa pandemi Covid-19.
Sebenarnya Gunung Kawi yang berada di wilayah Desa Wonosari ini sejak 24 Maret 2002 telah dicanangkan sebagai Desa Wisata Religi oleh Sujud Pribadi, Bupati Malang kala itu. Widodo mengatakan, itu sebabnya kehadiran BPHN di Gunung Kawi tersebut sangat strategis. Sistem nilai, tradisi dan ritual serta sistem keyakinan magis religi yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Gunung Kawi dan sekitarnya, bukan saja secara sosio-kultural ikut membentuk kesadaran/kepatuhan hukum masyarakat di sana, akan tetapi juga ikut menjaga kehidupan sosio-kultural masyarakat Gunung Kawi yang damai, toleran, dan harmoni. Meskipun warganya dan pengunjung yang datang memiliki latar belakang etnis, agama, kepercayaan dan budaya yang berbeda-beda.
Widodo melanjutkan, ketika saya memasuki bangunan pemakaman Eyang Jugo di komplek Gunung Kawi itu saya melihat simbol Garuda Pancasila terpasang di dalamnya. “Saya semakin yakin, nilai-nilai Pancasila yang dimanifestasikan dalam sistem sosial budaya dan kemasyarakatan Gunung Kawi dan sekitarnya itulah yang telah menjadikan kehidupan sosial di wilayah Desa Wonosari ini damai, harmoni, guyub, rukun dan gotong royong. Kesadaran hukum masyarakat Gunung Kawi dan sekitarnya bukan bersumber dari regulasi dan hukum negara. Bukan juga bersumber dari aparat penegak hukum yang ada, akan tetapi tumbuh dan berkembang dari sistem nilai, tradisi dan sistem keyakinan magis religinya yang hidup dalam masyarakatnya,” kata Widodo.
Widodo melihat potensi yang sangat luar biasa di balik mitos dan tradisi ritual pesugihan Gunung Kawi yang telah menjadi sistem keyakinan dan kepercayaan religi masyarakatnya. Hal ini modal dasar sosial dan budaya yang sangat strategis bagi Pemerintah Kabupaten Malang untuk menjadikan Desa Wonosari dengan Gunung Kawinya untuk dikembangkan menjadi Desa Sadar Hukum yang berbasis Desa Wisata Religi.
Dan inilah yang semestinya yang menjadi icon dan bahkan landmark Wisata Magis Religi Kabupaten Malang untuk menggaet wisatawan dari berbagai mancnegara. Belajar dari destinasi - destinasi wisata yang memiliki karakter magis religi seperti Bali dengan pura dan tempat peribadatan yang ada, Borobudur dan Prambanan dengan tempat peribadatannya juga, serta di luar negeri seperti di Bangkok dengan kuil (temple) nya, di Hagia Sofia, Fatima di Portugal yang telah menjadi tempat wisata ziarah dan peribadatan, dan banyak lagi destinasi lainnya di berbagai belahan dunia. Masyarakat kita juga sama ketika beribadah Haji atau Umroh di tanah suci, mereka juga sisipkan waktunya untuk wisata ziarah di Madinah dan destinasi lain yang menjadi simbol budaya dan peradaban Islam di Timur Tengah.
Jadi, Kabupaten Malang sebenarnya punya ruang yang luas untuk menjadikan Gunung Kawi yang sudah sangat kental dan sangat terkenal sekali dengan mitos dan tradisi ritual pesugihannya itu. “Biarlah Kota Batu saja yang me-lead konsep wisata alam dan artificial-nya, sedangkan Kabupaten Malang me-lead wisata magis religinya. Jadikan Gunung Kawi sebagai icon kawasan wisata magis religius milik Kabupaten Malang yang berkelas destinasi wisata religi dunia. Dan BPHN Kemenkumham bersama K/L lain siap untuk mengawal dengan program pembinaan hukum dan Pancasila-nya,” pungkas Widodo.
***
Humas Badan Pembinaan Hukum NasionalWebsite: bphn.go.id
Narahubung: Koordinator Hubungan Masyarakat dan Kerja SamaT.M.M. Ruby Friendly (0811-8686-269
Setelah diterima dan berbincang-bincang beberapa saat tentang Desa Sadar Hukum dan Desa Wisata dengan Kepala Desa Wonosari dan perangkat desa lainnya, Kepala BPHN dan rombongan kemudian bergerak ke komplek kawasan Gunung Kawi. Begitu kaki menginjak masuk komplek, hawa dingin bercampur aroma dupa yang menyengat menambah kesan mistis dan aura alam gaib mulai terasa. “Ini pertama kali seumur-umur saya menginjak tanah mistis Gunung Kawi yang konon dari cerita orang-orang merupakan tempat melakukan ritual sesembahan, dan sembahyang untuk mendapatkan pesugihan (tuyul) dengan membuat perjanjian khusus. Bulu kuduk ku mulai merinding, tetapi sesaat kemudian mulai mereda ketika Pak Suwadji mengajak untuk salat Magrib di Masjid Agung di dalam komplek Gunung Kawi tersebut,” ungkap Widodo.
Selesai salat, Widodo dan rombongan bergerak menuju klenteng yang lokasinya tak jauh dari masjid. Juru kunci dan pengurus Gunung Kawi kemudian menyambut dengan ramah sambil menjelaskan tempat sesembahan Dewi Quan Im dan tradisi ritual Gunung Kawi yang sempat sepi pengunjung di masa pandemi Covid-19.
Sebenarnya Gunung Kawi yang berada di wilayah Desa Wonosari ini sejak 24 Maret 2002 telah dicanangkan sebagai Desa Wisata Religi oleh Sujud Pribadi, Bupati Malang kala itu. Widodo mengatakan, itu sebabnya kehadiran BPHN di Gunung Kawi tersebut sangat strategis. Sistem nilai, tradisi dan ritual serta sistem keyakinan magis religi yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Gunung Kawi dan sekitarnya, bukan saja secara sosio-kultural ikut membentuk kesadaran/kepatuhan hukum masyarakat di sana, akan tetapi juga ikut menjaga kehidupan sosio-kultural masyarakat Gunung Kawi yang damai, toleran, dan harmoni. Meskipun warganya dan pengunjung yang datang memiliki latar belakang etnis, agama, kepercayaan dan budaya yang berbeda-beda.
Widodo melanjutkan, ketika saya memasuki bangunan pemakaman Eyang Jugo di komplek Gunung Kawi itu saya melihat simbol Garuda Pancasila terpasang di dalamnya. “Saya semakin yakin, nilai-nilai Pancasila yang dimanifestasikan dalam sistem sosial budaya dan kemasyarakatan Gunung Kawi dan sekitarnya itulah yang telah menjadikan kehidupan sosial di wilayah Desa Wonosari ini damai, harmoni, guyub, rukun dan gotong royong. Kesadaran hukum masyarakat Gunung Kawi dan sekitarnya bukan bersumber dari regulasi dan hukum negara. Bukan juga bersumber dari aparat penegak hukum yang ada, akan tetapi tumbuh dan berkembang dari sistem nilai, tradisi dan sistem keyakinan magis religinya yang hidup dalam masyarakatnya,” kata Widodo.
Widodo melihat potensi yang sangat luar biasa di balik mitos dan tradisi ritual pesugihan Gunung Kawi yang telah menjadi sistem keyakinan dan kepercayaan religi masyarakatnya. Hal ini modal dasar sosial dan budaya yang sangat strategis bagi Pemerintah Kabupaten Malang untuk menjadikan Desa Wonosari dengan Gunung Kawinya untuk dikembangkan menjadi Desa Sadar Hukum yang berbasis Desa Wisata Religi.
Dan inilah yang semestinya yang menjadi icon dan bahkan landmark Wisata Magis Religi Kabupaten Malang untuk menggaet wisatawan dari berbagai mancnegara. Belajar dari destinasi - destinasi wisata yang memiliki karakter magis religi seperti Bali dengan pura dan tempat peribadatan yang ada, Borobudur dan Prambanan dengan tempat peribadatannya juga, serta di luar negeri seperti di Bangkok dengan kuil (temple) nya, di Hagia Sofia, Fatima di Portugal yang telah menjadi tempat wisata ziarah dan peribadatan, dan banyak lagi destinasi lainnya di berbagai belahan dunia. Masyarakat kita juga sama ketika beribadah Haji atau Umroh di tanah suci, mereka juga sisipkan waktunya untuk wisata ziarah di Madinah dan destinasi lain yang menjadi simbol budaya dan peradaban Islam di Timur Tengah.
Jadi, Kabupaten Malang sebenarnya punya ruang yang luas untuk menjadikan Gunung Kawi yang sudah sangat kental dan sangat terkenal sekali dengan mitos dan tradisi ritual pesugihannya itu. “Biarlah Kota Batu saja yang me-lead konsep wisata alam dan artificial-nya, sedangkan Kabupaten Malang me-lead wisata magis religinya. Jadikan Gunung Kawi sebagai icon kawasan wisata magis religius milik Kabupaten Malang yang berkelas destinasi wisata religi dunia. Dan BPHN Kemenkumham bersama K/L lain siap untuk mengawal dengan program pembinaan hukum dan Pancasila-nya,” pungkas Widodo.
***
Humas Badan Pembinaan Hukum NasionalWebsite: bphn.go.id
Narahubung: Koordinator Hubungan Masyarakat dan Kerja SamaT.M.M. Ruby Friendly (0811-8686-269