SIARAN PERS
Nomor: SP/HUMAS-BPHN/02-I/2023
bphn.go.id - Jakarta. Aspirasi mengenai perubahan masa jabatan Kepala Desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun dari perspektif negara hukum yang demokratik harus dilihat sebagai bagian dari penyelenggaraan pemerintahan yang demokratik. Dalam sistem pembentukan peraturan perundang-undangan, aspirasi seperti itu menjadi indikator bahwa politik hukum UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang mengatur masa jabatan Kepala Desa tidak berada di ruang publik yang statik melainkan ruang publik yang sangat dinamik. Baik Pemerintah maupun DPR mesti merespons positif aspirasi itu karena konfigurasi hukum dan politiknya sangat responsif dan memenuhi asas partisipasi publik.
“Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham merespons positif aspirasi usulan ini karena dalam konsep negara hukum yang demokratis, aspirasi atau usulan perubahan itu merupakan wujud dari keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan yang demokratis. Dan, Negara harus hadir untuk menjawab tuntutan atau kebutuhan-kebutuhan hukum tersebut dengan berpegang pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku” kata Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM RI, Widodo Ekatjahjana, Rabu (18/1) di Jakarta.
Lebih lanjut dikemukakan, usul perubahan UU Nomor 6 Tahun 2014 saat ini masuk dalam Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024 sebagai prakarsa dari DPD RI. “Untuk dapat dimasukkan ke dalam Prolegnas Prioritas 2023 Perubahan, perlu ada pembicaraan bersama antara DPD RI dan DPR RI apakah prakarsa RUU Perubahan UU Nomor 6 Tahun 2014 tetap ada di DPD RI, DPR RI, atau Pemerintah. Menyangkut pembahasan-pembahasan tentang penetapan RUU dalam prolegnas dan siapa pemrakarsanya itu, pada umumnya baik DPR, DPD dan Pemerintah membicarakannya secara bersama-sama dengan mengedepankan prinsip musyawarah,” kata Widodo.
Yang terpenting dan utama dalam merespons usulan perubahan masa jabatan Kepala Desa ini, sebut Kepala BPHN, adalah terletak pada proses pembentukan peraturan perundang-undangan yang taat terhadap asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan dan materi muatan, serta pelibatan partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya. “Dan untuk agar terpenuhi syarat-syarat formal pembentukan peraturan perundang-undangannya, maka perlu disiapkan juga kajian yang mendalam dan komprehensif dari perspektif filosofis, yuridis dan sosiologis terkait usulan untuk memperpanjang masa jabatan menjadi sembilan tahun tersebut. Itu nanti harus dituangkan dalam Naskah Akademik Perubahan RUU Nomor 6 Tahun 2014 yang dapat menjelaskan dan menjustifikasi argumentasi untuk mengubah masa jabatan ini,” pungkas Widodo. ***(HUMAS BPHN)