Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM RI Widodo Ekatjahjana mendorong setiap Kepala Desa dibekali pelatihan Paralegal guna mengantisipasi atau mengatasi gangguan keamanan dan ketertiban yang terjadi di wilayahnya. Keahlian terkait Paralegal menjadi modal penting bagi Kepala Desa dalam mewujudkan desa yang kuat, maju, mandiri, dan demokratis sesuai mandat UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
"Pengetahuan tentang hukum dan cara-cara bagaimana menyelesaikan kofflik atau sengketa warga masyarakat secara damai yang memgedepankan prinsip musyawarah dan rasa kekeluargaan, serta diselesaikan dengan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, sangat penting dimiliki oleh kepala desa," kata Kepala BPHN, Widodo Ekatjahjana.
Selama ini sebenarnya sudah banyak yang dilakukan oleh Kepala Desa untuk menyelesaikan konflik atau sengketa antar warganya, mulai soal utang-piutang, soal keluarga, soal batas tanah, pencurian hasil pertanian, soal warisan, tawuran antar warga, konflik antar pengikut aliran agama, dan sebagainya. Peran itu sangat strategis sekali untuk menciptakan iklim kamtibmas yang kondusif dan suasana kehidupan warga masyarakat yang damai.
Di tahun politik, peran-peran kades sebagai 'hakim perdamaian desa' seperti itu sangat diperlukan sekali. Dan bekal pengetahuan hukum serta metode atau teknik mediasi untuk menyelesaikan konflik atau sengketa warganya melalui jalur non litigasi yang memadai bagi para kepala desa tentu akan sangat berguna sekali.
"Untuk itulah BPHN kini tengah menyiapkan program pendidikan paralegal bagi kepala desa, disamping program peningkatan desa sadar hukum yang ramah untuk investasi, pariwisata dan membuka lapangan kerja. Perhatian pemerintah pusat terhadap kemajuan desa-desa diwujudkan dengan pemberian pelatihan Paralegal bagi seluruh Kepala Desa di Indonesia. Skill ini tidak hanya bermanfaat bagi Kepala Desa bersangkutan, melainkan bagi daerah atau wilayah terutama ketika menghadapi persoalan-persoalan terkait hukum,” kata Widodo, melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (28/1) di Jakarta.
Mengutip Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2021 tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum, yang dimaksud Paralegal adalah setiap orang yang berasal dari komunitas, masyarakat, atau Pemberi Bantuan Hukum yang telah mengikuti pelatihan paralegal, tidak berprofesi sebagai advokat, dan tidak secara mandiri mendampingi Penerima Bantuan Hukum di Pengadilan. Disebutkan oleh Widodo, kompetensi utama yang akan dimiliki Kepala Desa pasca mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) Paralegal, yakni kemampuan untuk memahami hukum dasar, kondisi wilayah, dan kelompok kepentingan dalam masyarakat.
Selain itu, Kepala Desa diharapkan mampu melakukan penguatan kepada masyarakat dalam memperjuangkan HAM yang dilindungi hukum serta keterampilan melakukan advokasi hukum di tengah masyarakat. Namun, Widodo menegaskan bahwa kedudukan Paralegal adalah untuk membantu masyarakat yang bermasalah dengan hukum di luar pengadilan atau non-litigasi, sehingga tidak bisa disamakan dengan advokat atau pengacara.
“Inisiatif mengikutsertakan Kepala Desa dalam diklat Paralegal adalah upaya mendukung pelaksanaan tugas mereka dalam memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa serta dalam rangka mentaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan, sebagaimana ketentuan Pasal 26 UU Nomor 6 Tahun 2014,” kata Widodo.
Lewat inisiatif ini, masih kata Widodo, BPHN ingin menggaungkan kembali peran Kepala Desa sebagai Hakim Perdamaian Desa yang secara normatif tertuang dalam Pasal 26 ayat (4) huruf (k) UU Nomor 6 Tahun 2014, yang spesifik menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Desa berkewajiban menyelesaikan perselisihan masyarakat di desa. Mengenai Hakim Perdamaian Desa, pertengahan tahun 2021 Komite I DPD RI merilis draf RUU Perubahan Kedua UU Nomor 6 Tahun 2014, yang salah satunya mengenai usulan pembentukan hakim perdamaian desa. Hakim Perdamaian Desa di sini sebagai lembaga mediasi desa yang menjadi penengah jika terhadap persoalan hukum di desa tanpa harus ke Kepolisian atau Pengadilan.
Sebagai informasi, belum lama ini viral di media sosial video pemukulan yang diduga dilakukan oleh aparatur desa di salah satu daerah terhadap seorang penjual rujak keliling. Kapolsek Tegowanu, AKP Danang Esanto dilansir dari Detik.com, menceritakan bahwa ada aparatur desa yang main hakim sendiri dengan melayangkan beberapa pukulan kepada tukang rujak lantaran yang bersangkutan diduga melakukan pencurian di rumah salah satu warganya. Kejadian baru ini adalah salah satu contoh fenomena gunung es, sehingga pentingnya membekali Kepala Desa dengan pelatihan Paralegal menjadi keniscayaan.
“Tidak dibenarkan tentunya main hakim sendiri sekalipun atas nama melindungi warga desa. Maka dari itu pemahaman tentang advokasi hukum yang nantinya diberikan lewat diklat Paralegal sangat penting bagi Kepala Desa,” papar Widodo.
Disampaikan Widodo, BPHN juga tengah fokus meredesain indikator terkait Desa/Kelurahan Sadar Hukum yang poin pentingnya adalah ingin menjadikan desa ramah terhadap investasi, peningkatan pariwisata, serta perluasan lapangan pekerjaan. Tiga sasaran itu, dapat terwujud apabila keamanan dan ketertiban desa dapat terjaga karena dalam konteks menarik investasi ke daerah diperlukan salah satunya kestabilan dari segi sosial budaya dan hukum di tingkat daerah.
“Ke depan ini BPHN ingin berkontribusi untuk membangun desa lewat program Desa/Kelurahan Sadar Hukum. Di mana desa akan jadi magnet baru dalam menarik investasi ke daerah,” pungkas Widodo.
"Pengetahuan tentang hukum dan cara-cara bagaimana menyelesaikan kofflik atau sengketa warga masyarakat secara damai yang memgedepankan prinsip musyawarah dan rasa kekeluargaan, serta diselesaikan dengan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, sangat penting dimiliki oleh kepala desa," kata Kepala BPHN, Widodo Ekatjahjana.
Selama ini sebenarnya sudah banyak yang dilakukan oleh Kepala Desa untuk menyelesaikan konflik atau sengketa antar warganya, mulai soal utang-piutang, soal keluarga, soal batas tanah, pencurian hasil pertanian, soal warisan, tawuran antar warga, konflik antar pengikut aliran agama, dan sebagainya. Peran itu sangat strategis sekali untuk menciptakan iklim kamtibmas yang kondusif dan suasana kehidupan warga masyarakat yang damai.
Di tahun politik, peran-peran kades sebagai 'hakim perdamaian desa' seperti itu sangat diperlukan sekali. Dan bekal pengetahuan hukum serta metode atau teknik mediasi untuk menyelesaikan konflik atau sengketa warganya melalui jalur non litigasi yang memadai bagi para kepala desa tentu akan sangat berguna sekali.
"Untuk itulah BPHN kini tengah menyiapkan program pendidikan paralegal bagi kepala desa, disamping program peningkatan desa sadar hukum yang ramah untuk investasi, pariwisata dan membuka lapangan kerja. Perhatian pemerintah pusat terhadap kemajuan desa-desa diwujudkan dengan pemberian pelatihan Paralegal bagi seluruh Kepala Desa di Indonesia. Skill ini tidak hanya bermanfaat bagi Kepala Desa bersangkutan, melainkan bagi daerah atau wilayah terutama ketika menghadapi persoalan-persoalan terkait hukum,” kata Widodo, melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (28/1) di Jakarta.
Mengutip Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2021 tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum, yang dimaksud Paralegal adalah setiap orang yang berasal dari komunitas, masyarakat, atau Pemberi Bantuan Hukum yang telah mengikuti pelatihan paralegal, tidak berprofesi sebagai advokat, dan tidak secara mandiri mendampingi Penerima Bantuan Hukum di Pengadilan. Disebutkan oleh Widodo, kompetensi utama yang akan dimiliki Kepala Desa pasca mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) Paralegal, yakni kemampuan untuk memahami hukum dasar, kondisi wilayah, dan kelompok kepentingan dalam masyarakat.
Selain itu, Kepala Desa diharapkan mampu melakukan penguatan kepada masyarakat dalam memperjuangkan HAM yang dilindungi hukum serta keterampilan melakukan advokasi hukum di tengah masyarakat. Namun, Widodo menegaskan bahwa kedudukan Paralegal adalah untuk membantu masyarakat yang bermasalah dengan hukum di luar pengadilan atau non-litigasi, sehingga tidak bisa disamakan dengan advokat atau pengacara.
“Inisiatif mengikutsertakan Kepala Desa dalam diklat Paralegal adalah upaya mendukung pelaksanaan tugas mereka dalam memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa serta dalam rangka mentaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan, sebagaimana ketentuan Pasal 26 UU Nomor 6 Tahun 2014,” kata Widodo.
Lewat inisiatif ini, masih kata Widodo, BPHN ingin menggaungkan kembali peran Kepala Desa sebagai Hakim Perdamaian Desa yang secara normatif tertuang dalam Pasal 26 ayat (4) huruf (k) UU Nomor 6 Tahun 2014, yang spesifik menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Desa berkewajiban menyelesaikan perselisihan masyarakat di desa. Mengenai Hakim Perdamaian Desa, pertengahan tahun 2021 Komite I DPD RI merilis draf RUU Perubahan Kedua UU Nomor 6 Tahun 2014, yang salah satunya mengenai usulan pembentukan hakim perdamaian desa. Hakim Perdamaian Desa di sini sebagai lembaga mediasi desa yang menjadi penengah jika terhadap persoalan hukum di desa tanpa harus ke Kepolisian atau Pengadilan.
Sebagai informasi, belum lama ini viral di media sosial video pemukulan yang diduga dilakukan oleh aparatur desa di salah satu daerah terhadap seorang penjual rujak keliling. Kapolsek Tegowanu, AKP Danang Esanto dilansir dari Detik.com, menceritakan bahwa ada aparatur desa yang main hakim sendiri dengan melayangkan beberapa pukulan kepada tukang rujak lantaran yang bersangkutan diduga melakukan pencurian di rumah salah satu warganya. Kejadian baru ini adalah salah satu contoh fenomena gunung es, sehingga pentingnya membekali Kepala Desa dengan pelatihan Paralegal menjadi keniscayaan.
“Tidak dibenarkan tentunya main hakim sendiri sekalipun atas nama melindungi warga desa. Maka dari itu pemahaman tentang advokasi hukum yang nantinya diberikan lewat diklat Paralegal sangat penting bagi Kepala Desa,” papar Widodo.
Disampaikan Widodo, BPHN juga tengah fokus meredesain indikator terkait Desa/Kelurahan Sadar Hukum yang poin pentingnya adalah ingin menjadikan desa ramah terhadap investasi, peningkatan pariwisata, serta perluasan lapangan pekerjaan. Tiga sasaran itu, dapat terwujud apabila keamanan dan ketertiban desa dapat terjaga karena dalam konteks menarik investasi ke daerah diperlukan salah satunya kestabilan dari segi sosial budaya dan hukum di tingkat daerah.
“Ke depan ini BPHN ingin berkontribusi untuk membangun desa lewat program Desa/Kelurahan Sadar Hukum. Di mana desa akan jadi magnet baru dalam menarik investasi ke daerah,” pungkas Widodo.