Jakarta – Kesadaran masyarakat Indonesia akan hukum sangat baik tetapi sifatnya masih heteronom. Hal itu menjadi alasan mengapa persoalan korupsi di negeri ini masih tinggi dan sukar diperangi.

 

Pernyataan itu disampaikan oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM, Eddy Hiariej, dalam Lokakarya Pembangunan ZI Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) Persiapan Desk Evaluasi Tim Penilai Nasional.

 

Heteronom adalah ketaatan yang timbul karena adanya dorongan dari luar yaitu adanya sebuah aturan yang memerintah atau melarang.

 

“Kita itu mau mentaati aturan, kita itu patuh terhadap aturan, karena ada suatu dorongan dari luar, bukan dari hati nurani,” ujarnya, Senin (04/10/2021) di Graha Pengayoman Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

 

Menurut pria yang akrab disapa Eddy ini, orang Indonesia tidak melakukan korupsi bukan karena kesadaran internal diri melainkan karena adanya hukum yang melarang untuk korupsi. Sehingga apabila hukum tentang korupsi itu dicabut, maka korupsi akan berjalan kembali.

 

Eddy kemudian membandingkan dengan masyarakat di Jepang dimana orang mentaati hukum sebagai bagian dari dorongan nurani sendiri atau bersifat otonom. Sehingga apabila aturan tentang larangan korupsi di Jepang dicabut, orang Jepang tetap tidak akan melakukan korupsi.

 

“Orang Jepang, seandainya aturan tentang korupsi dicabut, maka mereka tetap tidak akan melakukan tindakan korupsi,” ujarnya.

 

Menurut guru besar hukum UGM itu, kesadaran otonom itu akan muncul jika masyarakat memiliki integritas yang tinggi.

 

“Integritas adalah kata kunci utama untuk memerangi korupsi,” tegas pria asal Ambon ini.

 

“Ketika berbicara mengenai integritas, berarti kita berbicara mengenai sumber daya manusia. Mengapa integritas ini menjadi amat sangat penting? Karena dengan integritas ini akan melahirkan kesadaran hukum yang bersifat otonom, bukan heteronom,” tambahnya lagi.

 

Selain integritas, kata kunci lainnya adalah transparansi dan akuntabilitas. Ketiga kata kunci itu mutlak dalam pemberantasan korupsi di seluruh kementerian dan lembaga.

 

“Tiga kata kunci ini, integritas, transparasi dan akuntabilitas adalah keniscayaan bagi kementerian maupun lembaga jika hendak membangun zona integritas dalam rangka Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM),” katanya.

 

Eddy kemudian menjelasakan bahwa tiga kata kunci tersebut di atas adalah amanat konvensi PBB terkait United Nations Convention against Corruption mengenai anti korupsi tersebut adalah integritas, akuntabilitas, dan transparansi.

 

Lokakarya Pembangunan ZI Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) adalah bagian rangkaian dari peringatan Hari Dharma Karya Dhika Kementerian Hukum dan HAM tahun 2021.

 

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kemenkumham, Andap Budhi Revianto, mengatakan bahwa tujuan pelaksanaan kegiatan lokakarya ini guna membangun komitmen yang sama dalam mengawal pelaksanaan reformasi birokrasi dalam mewujudkan ZI di lingkungan Kemenkumham.

 

Kegiatan ini juga untuk mempersiapkan 477 satuan kerja yang telah diusulkan untuk mengikuti desk evaluasi tim penilai nasional yang dikoordinasikan oleh Kementerian pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi birokrasi.

 

Turut hadir secara virtual Ketua Pokja Zona Integritas BPHN menuju WBBM beserta perwakilan dari Pokja di Ruang Mochtar BPHN.

Share this Post