BPHN.GO.ID – Labuan Bajo. Menindaklanjuti Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM, dimana Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM memiliki salah satu tugas untuk memfasilitasi penyusunan Naskah Akadamik rancangan peraturan daerah, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi NTT menyelenggarakan kegiatan Penguatan Peran Peninjauan dan Pemantauan Melalui Analisis dan Evaluasi, serta Optimalisasi JDIH Dalam Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin pada Senin di Labuan Bajo (30/03).

Kegiatan tersebut dihadiri oleh peserta yang terdiri dari Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi NTT, Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten/Kota se – Provinsi NTT dan Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Provinsi NTT, Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Kabupaten/Kota se-Provinsi Nusa Tenggara Timur, serta dihadiri oleh Pejabat Fungsional Perancang dan Penyuluh Hukum Kantor Wilayah Provinsi NTT.

Kepala BPHN, Benny Riyanto didampingi Sekretaris BPHN, Audy Murfi, Kepala Pusat Penyuluhan Hukum dan Bantuan Hukum BPHN, Kartiko Nurintias, Kepala Pusat Perencanaan BPHN, Djoko Pudjiraharjo, Kepala Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kemenkumham NTT, Arfan Faiz Muhlizi mewakili Kepala Kantor Wilayah, dan Kepala Kantor Imigrasi Labuan Bajo, Jaya Mahendra memberikan arahan dari Kantor Imigrasi Kelas III TPI Labuan Bajo.

Dalam arahannya, Kepala BPHN menyampaikan terkait penataan regulasi nasional. Pemerintah saat ini memiliki program Reformasi Hukum Jilid II. Di dalamnya terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan dan menjadi landasan berfikir di bidang hukum. Diantaranya, penguatan pembentukan peraturan perundang-undangan, evaluasi terhadap seluruh peraturan perundang-undangan, dan pembuatan database peraturan perundang-undangan yang terintegrasi.

“Kita melihat poin yang pertama yaitu penguatan pembentukan peraturan perundang-undangan, sejak 2020 sudah ditindaklanjuti dan dilaksanakan secara serius oleh pemerintah dengan melakukan Omnibus Law,” ujarnya. Poin kedua berkaitan dengan evaluasi terhadap seluruh peraturan perundang-undangan, telah ditindaklanjuti melalui revisi UU No.12 Tahun 2011 menjadi UU No.15 Tahun 2019, tambah Kepala BPHN. Revisi UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan itu menambahkan fungsi pemantauan dan peninjauan atau analisis dan evaluasi. Dengan harapan, dapat mengatasi sejumlah “penyakit” regulasi seperti hiper regulasi, disharmoni, multi interpretasi, tidak efektif, menimbulkan biaya tinggi, dan tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila. “Penambahan satu fase yakni pemantauan dan peninjauan untuk menyempurnakan proses legislasi, terutama memfilter penyakit regulasi tadi setelah suatu UU diundangkan,” jelasnya.

Poin ketiga yakni pembuatan database dilakukan melalui pengelolaan dan revitalisasi JDIH Nasional (JDIHN). “Kami bercita-cita menjadikan JDIHN sebagai google atau mesin pencari hukum di Indonesia. Sebab, hal ini akan menunjukkan bahwa negara hadir untuk menyediakan dokumen hukum terhadap seluruh kebutuhan warga negaranya secara gratis atau cuma-Cuma,” ungkap Kepala BPHN.

Sementara itu, Arfan Faiz Muhlizi mengatakan, fokus pembicaraan dalam kegiatan ini adalah bagaimana mengoptimalkan peran dari proses analisis dan evaluasi atau peninjauan dan pemantauan terkait penyusunan Naskah Akademik. “Terutama bicara tentang isu bantuan hukum dan ini menggunakan instrumen yang juga sudah dibangun melalui database di JDIH,“ ujarnya. Hingga tahun ini, lanjut Arfan, baru ada 5 kabupaten/kota dan provinsi di NTT yang terintegrasi dengan JDIH.

Dirinya mengapresiasi Kabupaten Ngada yang sudah melahirkan Perda tentang Bantuan Hukum. Kemudian Kabupaten Manggarai Barat sudah memiliki Ranperda terkait Bantuan Hukum yang masuk dalam Propemperda dan mulai ada pembahasan. “Kami merasa sangat penting untuk mengundang BPHN mulai dari Kepala BPHN sampai dengan Sekretaris dan para Kapus (Kepala Pusat), karena dalam proses ini ada peran dan fungsi dari BPHN yang penting untuk kemudian bisa bersama-sama kita jalankan di pemerintah daerah kabupaten maupun provinsi,” jelasnya.

Sekretaris BPHN, Audy Murfi mengatakan, pelibatan Kanwil Kemenkumham baik dalam penyusunan naskah akademik maupun harmonisasi peraturan daerah perlu lebih ditingkatkan. Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional BPHN, Djoko Puji Raharjo dalam pemaparannya juga mengimbau pemerintah daerah agar saling bergandengan tangan, bersinergi, dan menguatkan dengan Kemenkumham. Mengingat, hukum merupakan suatu sistem yang harus inline dari pusat hingga ke pelosok-pelosok daerah. “Tujuan daripada satu sistem ini adalah untuk kepentingan kita bersama,” ujarnya.

Kepala Pusat Penyuluhan Hukum dan Bantuan Hukum BPHN, Kartiko Nurintias menyampaikan terkait perluasan pemberian bantuan hukum melalui peraturan daerah. Apalagi, pelaksanaan bantuan hukum telah diamanatkan dalam UU No.16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Dalam hal ini, pemerintah daerah dapat mengalokasikan anggaran penyelenggaraan bantuan hukum dalam APBD. Bantuan hukum diharapkan dapat lebih banyak menyasar masyarakat miskin. “Kami menghimbau provinsi yang belum memiliki Perda tentang Bantuan Hukum untuk dapat segera dibantu program ini melalui produk Perda, Pergub, Perwali/Perbup,” tegasnya. Dalam kesempatan ini saya juga berharap, agar jumlah Pemberi Bantuan Hukum di Provinsi NTT bertambah dan sebarannya merata di tiap kabupaten, tutup Kartiko. *(Humas BPHN)

Share this Post