BPHN.GO.ID – Jakarta. Sebagai bagian dari alur pembentukan peraturan perundang-undangan, kegiatan analisis dan evaluasi regulasi menjadi proses penting mengatasi ‘problem’ di berbagai peraturan perundang-undangan yang kondisinya saat ini saling tumpang tindih, tidak taat asas pembentukan peraturan perundang-undangan, atau kondisi tidak ideal lainnya. Tugas penting mengawal regulasi ini kemudian menjadi fokus dari Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM RI sejak beberapa tahun terakhir.

Kepala BPHN Kementerian Hukum dan HAM RI Prof R Benny Riyanto, mengatakan, Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional – unit di lingkungan BPHN yang mengemban tugas melakukan analisis dan evaluasi (dalam UU Nomor 15 Tahun 2019 disebut ‘Pemantauan dan Peninjauan’) – telah merintis dua hal fundamental yang turut menunjang pelaksanaan kegiatan analisis dan evaluasi terhadap regulasi yang sudah ada (existing), yakni pembentukan Jabatan Fungsional (JF) Analis Hukum dan pembuatan aplikasi penunjang analisis dan evaluasi regulasi bernama ‘Evadata’.

“Selama ini apa yang digarap oleh ibu Liestiarini Wulandari (Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Periode 2018-2021) sudah banyak, terutama terkait pembentukan JF Analis Hukum. Ini ‘Pekerjaan Rumah’ yang harus dituntaskan karena beberapa aturan teknisnya masih belum lengkap sehingga mohon untuk menata itu sehingga para JF Analis Hukum tidak kesulitan dalam menjalankan kegiatan analisis dan evaluasi regulasi,” kata Kepala BPHN, dalam acara Pisah Sambut Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional, Senin (15/3) di Aula Moedjono lt.4 BPHN, Jakarta Timur.

Selain fokus merampungkan sejumlah aturan pelaksana terkait JF Analis Hukum, Kepala BPHN berpesan kepada Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN yang baru, Yunan Hilmy, agar melanjutkan aplikasi penunjang kegiatan analisis dan Evaluasi ‘Evadata’ yang telah dirintis di era Liestiarini Wulandari. Aplikasi Evadata tersebut, harap Kepala BPHN, tidak sekadar melakukan inventarisasi peraturan perundang-undangan yang akan dievaluasi semata, namun diharapkan dilengkapi dengan kecerdasan buatan (artificial intelligence) sehingga sekalipun jumlah SDM yang menganalisis sangat minim, persoalan tersebut bisa diatasi dengan aplikasi Evadata.

“Terima kasih banyak Ibu Liestiarini Wulandari selama ini atas pengabdiannya,” kata Kepala BPHN.

Merujuk Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-21.KP.03.03 Tahun 2021, posisi Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional yang sebelumnya dijabat oleh Liestiarini Wulandari digantikan oleh Yunan Hilmy, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan II pada Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM. Dengan kata lain, Lies dan Yunan bertukar jabatan. Sebagai informasi, keduanya merupakan pejabata yang sejak CPNS ‘lahir’ dan tumbuh besar di BPHN Kementerian Hukum dan HAM.

“Ada rasa haru, ada rasa bangga juga karena sejak tahun 1989 (32 tahun di BPHN) sudah mengalami delapan kali pergantian Kepala BPHN, kemudian beberapa kali menjadi Kepala Divisi di Kantor Wilayah. Dalam pelaksanaan kegiatan saya ucapkan terima kasih kepada Prof Enny Nurbaningsih (Kepala BPHN Periode (2014-2018) dan Prof R. Benny atas bimbingannya. Mudah-mudahan apa yang sudah dilaksankan oleh Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional bisa bermanfaat, seperti Pedoman Analsis dan Evaluasi ‘6 Dimensi’, Aplikasi Evadata, dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan) terkait JF Analis Hukum,” kata Lies, saat menyampaikan kata perpisahan.

Sebagai Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional yang baru, Yunan mengatakan, apa yang telah dirintis oleh Liestiarini Wulandari akan dilanjutkan. Ia juga meminta dukungan dari segenap pihak karena tugas Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional pasca lahirnya UU Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, menjadi semakin penting dan sentral dalam siklus pembentukan peraturan perundang-undangan.

“Kegiatan analisis dan evaluasi regulasi di BPHN sejak saya masuk sudah ada, saat itu bagian dari siklus Perencanaan Hukum. Sekira tahun 2010, ada pemikiran untuk melakukan harmonisasi terhadap regulasi existing karena dirasa sekalipun sudah ada harmonisasi peraturan, masih terjadi tumpang tindih dan permasalahan antar undang-undang. Saya sekarang bertemu lagi dengan tugas ini, saya meneruskan apa yang dahulu dimulai dan dirintis oleh BPHN beberapa tahun lalu,” kata Yunan.

‘PR’ untuk JF Penyuluh Hukum

Sama halnya dengan JF Analis Hukum, BPHN juga menjadi instansi pembina bagi JF Penyuluh Hukum. Dalam kesempatan yang sama, Kepala BPHN juga melantik dan mengambil sumpah dua JF Penyuluh Hukum Madya di lingkungan BPHN, Hasanuddin dan Safril Nurhalimi. Tantangan di masa pandemi ini, menurut Kepala BPHN, seharusnya dimanfaatkan oleh JF Penyuluh Hukum untuk berkontribusi bagi bangsa dan negara.

“Sebagai Kepala BPHN, saya masih belum merasa puas dalam menjalankan tugas apabila belum ada inovasi dari JF Penyuluh Hukum sebagai ujung tombak yang viral. Padahal negara sedang membutuhkan kalian JF Penyuluh Hukum. Di tengah pandemi, ini adalah momentum untuk tunjukkan darmabakti dan inovasi,” kata Kepala BPHN.

Dikatakan Kepala BPHN, salah satu tugas JF Penyuluh Hukum yang cukup berat adalah ikut membangun karakter bangsa melalui kegiatan penyuluhan hukum. Di tengah kondisi saat ini, Kepala BPHN menunggu sekaligus menagih janji kepada para JF Penyuluh Hukum agar kiprahnya bisa dirasakan secara nyata oleh masyarakat. “Apalagi JF Penyuluh Hukum punya tugas mulia untuk berikan pemahaman regulasi dan membentuk Nation Character Building. Dengan dibantu media elektronik, kita mendapat banyak kemudahan dalam penyuluhan,” pungkas Kepala BPHN.***(HUMAS BPHN)

Share this Post