Masyarakat Bisa Berikan Masukan dan Pendapat RUU Tentang Penilai Melalui Laman Partisipasiku BPHN

BPHN.GO.ID – Medan. Setelah melalui proses penyusunan yang cukup panjang, kini kita melangkah lebih dekat dengan pengesahan Undang – Undang (UU) tentang Penilai. Kepala Pusat Perencanaan Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kristomo menyampaikan bahwa RUU Tentang Penilai yang telah dinantikan selama 13 tahun ini sudah masuk dalam tahap harmonisasi. Apabila merujuk pada pasal 96 UU No.13 tahun 2022, maka perlu dilakukan kegiatan sosialisasi guna menggali masukan/partisipasi publik (meaningful participation).

"Dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan, diperlukan partisipasi masyarakat secara bermakna (meaningful participation) yang memenuhi tiga prasyarat yaitu, hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard), hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered) dan hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained)," ungkap Kristomo dalam kegiatan Konsultasi Publik RUU tentang Penilai, di Medan (10/03/23). 

Kristomo menambahkan, pemenuhan meaningful participation ini menjadi tolok ukur suatu produk hukum telah tersusun dengan sempurna secara formil, sehingga secara materiil juga memenuhi rasa keadilan yang dikehendaki masyarakat. Kegiatan partisipasi masyarakat dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan, antara lain rapat dengar pendapat umum, kunjungan kerja, seminar, lokakarya, diskusi dan kegiatan konsultasi publik lainnya. 

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM, lanjut Kristomo, saat ini memiliki kanal khusus untuk menjaring berbagai masukan dari publik terkait Peraturan Perundangan melalui aplikasi Partisipasiku. “Masyarakat dapat memberikan masukan serta pendapatnya mengenai RUU tentang Penilai melalui kanal https://partisipasiku.bphn.go.id/kategori/ruu-penilai. Dengan adanya masukan dari masyarakat, tentu saja akan menjadi bahan pertimbangan dalam Penyusunan RUU tentang Penilai ini,” ungkap Kristomo.

Profesi Penilai memiliki banyak keterkaitan dengan kepentingan masyarakat dalam kegiatan ekonomi. Direktur Penilaian Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Arik Haryono menyampaikan paling tidak ada tiga hal penting mengapa UU tentang Penilai itu perlu disahkan. Yang pertama, UU tentang Penilai mendukung penerimaan optimalisasi negara. 

“Dengan adanya UU tentang Penilai, diharapkan dapat menjadi payung hukum terbentuknya data transaksi nasional yang valid. Pihak – pihak yang melakukan transaksi properti dapat ‘terikat’ untuk melaporkan transaksinya secara valid yang tentu saja akan mendukung optimalisasi penerimaan negara,” ungkap Arik.

Kedua, lanjut Arik, adalah mendukung upaya pencegahan krisis ekonomi. Salah satu amanat dalam RUU tentang Penilai adalah pembentukan basis data transaksi properti yang valid. Dengan adanya basis data tersebut, dapat menekan Non Performing Loan (NPL) dari sektor perbankan dan recovery rate karena nilainya didukung dengan data transaksi yang valid.

“Ketiga, UU tentang Penilai memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi masyarakat dan Penilai. Dengan adanya payung hukum setingkat Undang – Undang, pelayanan hukum yang diberikan kepada masyarakat dapat lebih optimal dan hasil penilaian juga lebih kredibel. Selain itu, Penilai juga akan mendapatkan perlindungan hukum yang memadai,” tambah Arik.

Sebagai informasi, kegiatan Konsultasi Publik RUU tentang Penilai ini diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara berkolaborasi dengan BPHN bersama Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI). Kota Medan ditunjuk menjadi kota perhelatan pertama Konsultasi Publik ini, yang kemudian akan dilanjutkan ke kota besar lainnya seperti Denpasar, Solo, Balikpapan dan Makassar. (HUMAS BPHN)

Share this Post