Page 6 - Warta BPHN edisi XXIII

Basic HTML Version

PENATAAN REGULASI PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG
POLHUKAMPEM DENGAN MENGGUNAKAN
METODE PENILAIAN 5 DIMENSI
1. POKJA KEPAILITAN
Lah i r
dari Rahim reformasi
pasca terjadinya krisis ekonomi
tahun 1998, UU Kepailitan diyakini
mampu menjawab permasalahan
terkait iklim usaha yang tumbuh di
masyarakat sebagai akibat
factor
global
dimana tidak ada jaminan
keuntungan maupun kerugian yang
biasa terjadi didunia usaha. Sebagai
contoh, jaminan usaha bagi investor
yang dilalui serangkaian proses
bagaimana mempetakan kebutuhan
bisnis dan usaha dalam jangka waktu
tertentu. Hal demikian berlaku juga
bagi kreditor, aspek kehati-hatian dan
perlindungan terhadap kelangsungan
usahanya perlu memetakan potensi
masalah dan hambatan serta resiko
kegagalan berusaha.
Terhadap perlindungan jaminan
bisnisdanusahaserta investasi, tentu
pelaku usaha mencari instrumen
yang tepat, tidak hanya insentif dari
pemerintah tetapi iklim dunia usaha
juga perlu jaminan, salah satunya
mekanisme kepailitan. Bagi pelaku
usaha, dengan terjaganya iklim yang
baik bisa membantu pemerintah
dalam
menciptakan
lapangan
pekerjaan dan gerak ekonomi yang
berkesinambungan. Dalam konteks
ini, semakin majunya ragam usaha
dan berkembangnya dinamika usaha
dapat dipastikan dipengaruhi oleh
faktor seperti kemajuan teknologi dan
kerjasama para pelaku usaha. Oleh
karenanya, perlu melakukan
review
terhadap mekanisme kepailitan yang
diatur dalam peraturan perundang-
undangan terkait kepailitan.
Sebagai informasi tim Pokja
terkait Kepailitan telah melakukan
serangkaian kegiatan analisis dan
evaluasi hukum tentang Kepailitan.
Anggota tim terdiri dari birokrat,
akademisi, praktisi dan profesi
menemukan beberapa masalah yang
dikemas dalam temuan sekaligus
memberikan rekomendasi terhadap
materi/substansi peraturankepailitan
yang dianggap sudah tidak
up to
date
lagi. Seperti Lahirnya Lembaga
Otoritas (OJK) Jasa Keuangan yang
dibentuk
berdasarkan
Undang-
undang Nomor 21 Tahun 2011
yang salah satu tugasnya adalah
mengawasi lembaga jasa keuangan.
Bila melihat secara garis besar, ada
perubahan besar dan peralihan
kewenangan dalam hal pengawasan
pada Lembaga jasa keuangan yang
sebelumnya di bawah Bank Indonesia
kini menjadi kewenangan OJK. Selain
itu, mudahnya syarat kepailitan
disinyalir membuka peluang praktek
curang demi menghindari kewajiban
membayar hutang, Waktu proses
perkara kepailitan yang tidak diatur
secara jelas disinyalir menimbulkan
ketidakpastian hukum, UU kepailitan
dibentuk pasca terjadinya krisis
moneter. Dan jika disesuaikan
dengan konteks saat ini, peraturan
perundang-undangan terkait kepai­
litan perlu disempurnakan kem­bali
agar bisa mengakomodir dinamika
iklim usaha dan investasi serta
perlindungan konsumen.
Berikut temuan Tim PokJa
Kepailitan yang di Ketuai Dr. Edmon
Makarim yang sudah menganalisis
19
Peraturan
Perundangan-un­
dangan dalam bentuk diagram
sebagaimana yang disampaikan
sekretaris Tim PokJa Dwi Agustin
adalah sebagai berikut:
6
Warta BPHN
Tahun V Edisi XXIII September - Desember 2018
Berita Utama