Page 48 - Warta BPHN edisi XXIII

Basic HTML Version

48
Warta BPHN
Tahun V Edisi XXIII September - Desember 2018
kemudian hari. Jadi, berdasarkan
permasalahan Sdr Ira tanyakan
dapat kami simpulkan bahwa: 1.
Rumah dan tanah yang ditempati
yang sudah disertifikatkan tidak
menjadi masalah 2. Apakah bunda
menyetujui atau tidak menyetujui
tanah yang akan diminta oleh kakak
bunda Ira hal ini dapat diselesaikan
secara keekeluargaan terganrtung
dari Bunda Ira apakah menyetujui
atau tidak 3. Jika kakak Bunda Ira,
tidak terima, persilahkan menempuh
jalur Hukum dengan Menggugat di
pengadilan, dalam hal ini (Pengadilan
Agama soal fatwa waris, secara
perdata umum di pengadilan Negeri
setempat di mana tanah dan subjek
hukum berada. Tentu biaya perkara
yang muncul dibebankan pada
Penggugat
yang
berkeberatan)
4.
Sebagai
pengetahuan
Bila
melalui jalur hukum islam dalam
pembagian warisan tentunya ahli
waris anak laki dan anak perempuan
dibedakan dengan perbandingan 2:
1 sesuai dengan budel/benda yang
diwariskan; bila yang bersengketa
adalah orang di luar agama islam
maka pembagian harta warisan
berdasarkan Bet woek (BW) atau
dengan istilah indonesianya Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata
yang mana ahli waris laki2 dan
Perempuan di bagi sama yakni: 1
sesuai dengan boedel warisan yang
ada) 5. Tentunya kami menyarankan
tempuhlah jalan musyawarah untuk
mendapat kesepakatan di antara
keluarga Bunda Ira, karena masih
dalam lingkup keluarga, di samping
itu siraturahmi tetap terjaga di
antara kakak/abang Bunda Ira.
Tindakan ini merupakan orang yang
cerdas hukum dalam menyiasasi
permasalahan khususnya di ranah
keluarga. Demikian yang dapat kami
jelaskan, semoga keluarga Ira Sri
Widyawati selalu dalam kebahagian
dan dalam lindungan Tuhan YME,
bila ada masalah lain kami tetap
akan memberikan pencerahan dan
solusi dari Pusat Penyuluhan dan
Bantuan Hukum, sekian dan terima
kasih atas atensinya.
ibunda Ira Sri Widyawati yang
sekarang rumah diduduki, yang
notabenenya adalah tanah berasal
dari pembagian Warisan Nenek
(Eyang Sdr Ira) demikian kiranya ya.
Ibu Ira adalah anak bungsu dari 5
(lima) orang bersaudara, tentunya
kami berpikir apakah nenek/eyang Ira
pada saat masih hidup memberikan
tanah kepada Bunda sepengetahuan
kakak
2
/abang
2
bunda?
Apakah
dibuat secara tertulis baik di bawah
tangan atau di atas akte notaris
yang telah disepakati oleh kakak/
abang ibu Ira? Tentunya analisa
kami, bahwa sebelum tanah tersebut
di sertifikatkan ke Badan Pertanahan
setempat (Jabar) pastinya sudah
mendapat persetujuan dari keluarga
bunda Ira. Demikian asumsi kami.
Mengapa hal ini kami pertanyakan
sebelumnya, karena hal ini meru­
pakan langkah awal untuk melakukan
penentuan hak dan kewajiban subjek
hukum, dalam hal ini hak-hak Bunda
Ira. Selanjutnya, karena Ibu Ira
ketika menerima pemberian Tanah
dari Nenek/eyang masih hidup
dapat kami simpulkan sementara
adalah
merupakan
pemberian/
hibah. Apakah kakak/abang Bunda
Ira juga diberikan tanah seperti
Bunda Ira dari Nenek/Eyang. Hal
ini bagi kami belum jelas, apa juga
diberikan secara adil dan tidak ada
yang berkeberatan, tentunya hal ini
harus diketahui oleh Kakak/abang
bunda Ira, karena mereka juga sama-
sama memiliki hak Tanah dari Eyang
Ira S. Kami berasumsi, bahwa hal
ini sudah disepakati oleh keluarga
bunda semuanya. Soal posisi
tanah yang dibagikan tidak menjadi
masalah asal sudah sepakat. Hal
ini kami sampaikan agar ada titik
temu dalam membahas dan mencari
solusi permasalahan yang dihadapi
Bunda Ira. Selanjutnya Sekarang,
mari kita masuk dalam membahas
konten/subtansi subjek/tanah yang
dipermasalahkan. Butir pertama
yang harus dipahami Ira, sebagai
jawaban dari permasalahan tersebut
coba cari atau lihat apakah ada
surat hibah yang sudah dibuat dan
disepakati oleh keluarga ibu Ira ketika
nenek/eyang Sdr. Ira masih hidup.
Bahwa status tanah yang diberikan
oleh nenek eyang semasa hidupnya
dapat disebut sebagai Hibah atau
pemberian. Kalau nenek/eang udah
meninggal disebut warisan. Selan­
jutnya, apakah setelah nenek Ira
Meninggal dunia, apakah pihak
keluarga bunda ira ada kesepakatan
lain, tentang Warisan Tanah dan
Rumah serta segala benda-benda
yang ada di atasnya seputar tanah
nenek? Kendatipun, tanah sudah
disertifikatkan oleh bunda Ira, hal
itu tidak menjadi masalah karena
asumsi kami, tidak mungkin Badan
pertanahan Nasional (BPN Jabar)
menyetujuiuntukditerbitkanSertifikat
kalau ada yang berkeberatan di
antara keluarga Bunda Ira (ahli
waris). Atau dengan kata lain adanya
sengketa di antara keluarga Bunda
Ira. Hal itu harus tuntas dulu Ira.
Lalu selanjutnya menyoal kakak
Bunda meminta Tanah di depan yang
sudah ada warungnya, hal ini kan
sudah disepakati sebelumnya oleh
keluarga bunda Ira. Jika tidak, yaah,
kami sarankan dimusyawarahkan
lagi oleh bunda pada kakak/
abangnya. Memang, tanah yang
sudah bersertifikat adalah sebagai
bukti yang prima sebagai empunya
hak atas sebidang tanah, namun
demikian, bila ada yang berkeberatan
di antara kakak/abang bunda karena
tidak mengetahui hal itu, dapat saja
yang bersangkutan mengajukan
keberatan melalui pengadilan negeri,
dengan membuat surat gugatan
yang ditujukan kepada Bunda Ira.
Jadi tidak main hakim sendiri oke..
Tapi, yakinlah bahwa tindakan hukum
yang telah diambil Bunda Ira sudah
tepat, apabila dilakukan dengan
itikad baik. Dan hal itu tidak perlu
dirisaukan yaa Poin selanjutnya, bila
tanah tersebut belum dipecah atau
di bagi secara adat, hukum islam,
kami menganjurkan agar lebih jelas
pendudukan
tanah/penghakan
Tanah warisan dari Nenek di bagi
sesuai dengan ketentuan Hukum
yang berlaku agar ke depan
bagi anak=anak dan cucunya
tidak menjadi permasalahan di