Page 9 - Warta BPHN - Tahun Ke IV Edisi XXI September - Desember 2017

Basic HTML Version

9
Warta BPHN
Tahun IV Edisi XXI September - Desember 2017
konstitusi yaitu Mahkamah Konstitusi.
Dalam UUD 1945 hasil perubahan
ketiga tersebut, Mahkamah Konstitusi
dimuat dalam Pasal 7 B, Pasal 24 ayat
(2) dan Pasal 24 C. Selanjutnya UUD
1945 memberikan delegasi kepada
pembentuk undang-undang untuk
mengatur mengenai pengangkatan
dan pemberhentian hakim konstitusi,
hukum acara serta ketentuan lainnya
tentang Mahkamah Konstitusi dengan
undang-undang.
Undang-Undang
tentang Mahkamah Konstitusi ter­
sebut
adalah
Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 dan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang
Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi. Pada Tahun
2003 ketika MK dibentuk berdasarkan
UU Nomor 24 Tahun 2003, Indonesia
menjadi negara ke 77 di dunia yang
mengadopsi Mahkamah Konstitusi
dalam sistem kenegaraannya.
Salah satu kewenangan yang
dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi
adalah melakukan pengujian Undang-
Undang terhadap Undang-Undang
Dasar sebagaimana diatur dalam Pasal
24 C ayat (1) UUD Negara Republik
Indonesia 1945 yang berbunyi :
Mahkamah Konstitusi berwenang
mengadili pada tingkat pertama
dan terakhir yang putusannya final
untuk
menguji
undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
Selanjutnya, Pasal 10 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi
menyatakan: Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final untuk : a. Menguji Undang-
Undang terhadap Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; kemudian Pasal 29 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
menyatakan: Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final untuk : Menguji Undang-
Undang terhadap Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; Selanjutnya Pasal 4 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
menyatakan
“Dalam hal suatu Undang-Undang
diduga bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indo­
nesia Tahun 1945, pengujian nya
dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi“.
Pengertian Final
Dalam penjelasan Pasal 10
Ayat (1) UU 24/2003, dinyatakan
bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi
bersifat final, yakni putusan Mahkamah
Konstitusi langsung memperoleh
kekuatan hukum tetap sejak diucapkan
dan tidak ada upaya hukum yang dapat
ditempuh. Ketentuan bahwa putusan
Mahkamah Konstitusi memperoleh
kekuatan hukum tetap sejak diucapkan
telah tegas dinyatakan dalam Pasal
47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2003 yang menyatakan :
Putusan Mahkamah Konstitusi
mem­peroleh kekuatan hukum tetap
sejak selesai diucapkan dalam sidang
pleno terbuka untuk umum. Mah­
kamah Konstitusi dalam putu­sannya
Nomor 105/PUU-XIV/2016 bertanggal
28 September 2017 menegaskan
bahwa bersifat final berarti putusan
Mahkamah langsung memperoleh
kekuatan hukum tetap sejak diucapkan
dan tidak ada upaya hukum yang
dapat ditempuh. Dimana, sifat final
putusan Mahkamah dalam UU MK
juga mencakup pula kekuatan hukum
mengikat (final and binding). Secara
teoritis dan praktis, dengan adanya
pernyataan “final and binding” suatu
putusan hakim memiliki pesan dan
sekaligus makna bahwa putusan
tersebut harus dilaksanakan.
Tindak lanjut putusan
Mahkamah Konstitusi
Dalam hal pengujian formil
dan putusan Mahkamah Konstitusi
yang amar putusannya menyatakan
bahwa pembentukan undang-undang
dimaksud tidak memenuhi ketentuan
pembentukan
undang-undang
berdasarkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Undang-Undang tersebut tidak
mempunyai kekuatan mengikat.
Dalam hal pengujian materiil
dan putusan Mahkamah Konstitusi
yang menyatakan bahwa materi
muatan ayat, pasal dan atau bagian
undang-undang
bertentangan
dengan
Undang-Undang
Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun
1945, materi muatan ayat, pasal, dan/
atau bagian undang-undang tersebut
tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat. Demikian pula dalam hal
amar putusan Mahkamah Kons­
titusi yang mengabulkan dengan
konstitusional bersyarat yakni suatu
norma undang-undang hanya akan
dinyatakan bertentangan secara
bersyarat dengan UUD 1945 antara
lain apabila suatu norma dengan
memperhatikan
rumusannya
berdasarkan suatu penafsiran hukum
yang relevan, seharusnya mencakup
hal atau keadaan lain yang menjadi
bagian tak terpisahkan dari norma
itu, namun ternyata tidak terumuskan
secara jelas dalam norma tersebut,
atau, suatu norma undang-undang
dirumuskan sedemikiannya sehingga
terdapat potensi pertentangan dengan
norma lain baik yang terdapat dalam
undang-undang yang sama maupun
dalam undang-undang yang berbeda.
Dalam keadaan demikianlah antara
lain Mahkamah Konstitusi dalam amar
putusannya akan menyatakan suatu
norma undang-undang bertentangan
secara bersyarat dengan UUD 1945
melalui suatu penafsiran hukum dan
penafsiran konstitusi yang telah diakui
keberlakuan dan validitasnya.
Akibat putusan Mahkamah
Konstitusi, yang amar putusannya
menyatakan materi muatan ayat, pasal,
dan/atau bagian undang-undang
bertentangan dengan UUD 1945,
maka undang-undang, materi muatan
ayat, pasal, dan/atau bagian undang-
undang tersebut tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat. Dalam hal
seluruh undang-undang dinyatakan
bertentangan dengan UUD 1945
dan tidak mempunyai kekuatan