Page 20 - Warta BPHN - Tahun Ke IV Edisi XXI September - Desember 2017

Basic HTML Version

20
Warta BPHN
Tahun IV Edisi XXI September - Desember 2017
DISKUSI PUBLIK NASKAH AKADEMIK
UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011
TENTANG PEMBENTUKAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Jakarta-BPHN ,
Pusat
Perencanaan
Hukum
Nasional
menyelenggarakan diskusi publik
penyempurnaan naskah akademik
terkait rencana perubahan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, Jumat (29/9) bertempat
di Aula Badan Pembinaan Hukum
Nasional. Acara ini menghadirkan
Narasumber yaitu: Prof. Dr. Jimly
Ashiddiqie, S.H.,M.H,; Prof. Dr. Widodo
Ekatjahjana, S.H.,M.Hum.; Dr. Harjono,
S.H.,MCL.; dan
Keynote Speech
Prof.
Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum.
Perubahan Undang Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan
Perundang-undangan,
dalam upaya perubahannya ini kalau
sampai hierarki dilakukan perubahan
maka bukan sekedar revisi lagi
tetapi sudah penggantian karena
menyangkut tugas fungsi dari alat
kelengkapan lembaga negara.
Rancangan Undang-Undang
(RUU) ini sudah masuk prolegnas
namun belum bisa didorong untuk
masuk dalam Program Legislasi
Nasional (Prolegnas) 2017, RUU ini
masih butuh penguatan substansi baik
naskah akademik ataupun RUUnya,
berdasarkan penyempurnaan tersebut
akan dilihat apakah RUU ini hanya revisi
atau penggantian, kalau revisi maka
perubahan tidak boleh lebih dari 50 %
atau perubahan sistematika tetapi jika
perubahan dilakukan termasuk juga
pada hierarki berganti maka “jantung”
RUU pasti bergeser sehingga tidak
cukup hanya revisi tetapi harus diganti.
Permasalahan terkait persoalan
DPD yang sudah dikuatkan dengan
Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012
ternyata juga memberi pengaruh yang
besar dalam proses pembentukan
peraturan
perundang-undangan
karenamembentuk mekanisme tripartit
sistem yaitu terdapat tiga pihak mulai
dari perencanaan hingga pembahasan,
DPD juga tidak sekedar terkait Pasal
22D UUD tetapi juga merambah pada
semua hal terkait daerah sehingga
susah sekali memberi lingkup makna
Pasal 22D yang merupakan tugas dan
fungsinya DPD.
Permasalahan
lain
terkait
dengan posisi TAP MPR, apakah akan
tetap dalam Pasal 7 ayat (1) sebagai
hierarki karena sesungguhnya Tap MPR
yang ada hanya TAP MPR terbatas saja
sehingga seharusnya tidak semuanya
masuk dalam hierarki peraturan
perundang-undangan, namun lingkup
materi muatan UU, Perpu, PP, dan
Perpres juga menjadi masalah, misal:
bagaimana batasan materi muatan
Perpu dalam kondisi kegentingan yang
memaksa, bagaimana perbedaan
materi muatan PP dan Perpres yang
dalam praktiknya sulit dibedakan
secara signifikan.
Kondisi saat ini Prolegnas belum
dipahami sebagai sebuah manajemen
perencanaan legislasi tetapi lebih
sekedar keinginan. Sehingga sampai
tidak terpikirkan bahwa prolegnas
adalah perencanaan awal peraturan
perundang-undangan yang harus
diikuti dengan kejelasan urgensi,
latar belakang, dan tujuan. keluaran
dari kajian tersebut adalah naskah
akademik. Saat ini yang tersedia dalam
perencanaan undang-undang hanya
berbentuk judul sehingga hampir 70%
perencanaan tidak tercapai, karena
tidak seluruh RUU membutuhkan
naskah akademik misalkan RUU
Liputan