Page 15 - Warta BPHN - Tahun Ke IV Edisi XXI September - Desember 2017

Basic HTML Version

15
Warta BPHN
Tahun IV Edisi XXI September - Desember 2017
Sosialisasi Pro Bono dan
Penyuluhan Hukum Digital
Graha Pengayoman
Jakarta-BPHN ,
Dalam
rangka Hari Dharma KaryaDhika (HDKD),
Kementerian Hukum dan HAM RI
kembali menggelar acara tahunan “Legal
Expo” bertempat di Graha Pengayoman
yang berlangsung selama 2 (dua) hari
pada tanggal 12-13 Oktober 2017. Dalam
Legal Expo Kemenkumham 2017, Badan
Pembinaan Hukum Nasional beserta
institusi penegak hukum lainnya turut
serta memeriahkan acara ini dengan
membuka
booth stand
penyuluhan
hukum (konsultasi hukum), layanan
SIDBANKUM dan pencarian peraturan
secara
online
, membagikan buku serta
leaflet
mengenai hukum secara gratis.
Acara di buka oleh Menteri
Hukum dan HAM RI, Yasonna H Laoly.
Dalam pidato pembukaannya Menteri
Yasonna
menyampaikan
bahwa
kegiatan Legal Expo adalah bagian dari
apresiasi dan sinergitas Kemenkumham
terhadap institusi di bidang hukum
dan HAM lainnya untuk bersama-
sama membangun hukum dan HAM di
Indonesia secara komprehensif.
“Hari Dharma KaryaDhika (HDKD)
tahun ini sebagai peringatan hari jadi
Kemenkumham bertemakan ‘Kerja
Berita Utama
Bersama, Kami PASTI Melayani’ yang
disimbolkan dengan kepala kuda dan
lambang tatanilai PASTI (Profesional,
Akuntabel, Sinergis, Transparan, dan
Inovatif )’, ujar Menteri Yasonna.
Dalam Legal Expo ini selain
pameran melalui
stand
juga digelar
acara lainnya seperti dialog interaktif
dan pemberian pelayanan hukum. Pada
hari kedua, BPHN berpartisipasi dalan
acara
Dialog Interactive
yang berjudul
Perluasan Akses Keadilan Melalui Pro
Bono dengan narasumber berasal dari
BPHN, YLBHI dan PERADI.
Bapak C.Kristomo, Kepala Bidang
Bantuan Hukum Pusat Penyuluhan dan
Bantuan Hukum, BPHN hadir sebagai
narasumber pada acara dialog interaktif
tersebut. Dalam paparannya Kristomo
mengatakan bahwa Akses Keadilan
belum bisa dilaksanakan dengan
menyentuh seluruh lapisan masyarakat
jika hanya menggunakan mekanisme
bantuan hukum sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang
Bantuan Hukum.
“Kita juga harus menggunakan
Pro Bono yang mewajibkan Advokat
memberikan bantuan hukum cuma-
cuma sesuai dengan Undang-Undnag
Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat”
ujar Kristomo.
Perbedaan yang mendasar
antara Bantuan Hukum dengan Pro
Bono adalah jika Bantuan Hukum para
Penerima Bantuan Hukum mendapatkan
jasa hukum baik litigasi maupun non-
litigasi secara geratis yang seluruh
biayanya ditanggung oleh Negara,
sedangkan Pro Bono secara teknis
pelayanan jasa hukum sama seperti
dengan Bantuan Hukum namun yang
berbeda disini adalah Pro Bono tidak
ditanggung oleh Negara. Jadi Pro Bono
murni atas inisiatif advokat sebagai
bentuk tanggungjawabnya sebagai
bagian dari penegak hukum dalam
mengawal kebenaran dan keadilan bagi
seluruh lapisan masayarakat.
Bayangkan saja jika setiap
advokat memberikan bantuan hukum
atau pro bono dan kita tahu jumlah
advokat di seluruh Indonesia cukup
banyak, maka setiap permasalahan
hukum di Indonesia dimana masyarakat
tidak/kurang mampu yang menjadi
penerima bantuan hukumnya bisa di
backup. Karena saat ini APBN hanya bisa
membiayai penanganan 7.500 perkara,
maka dengan Pro Bono diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan bantuan
hukum yang tidak dapat dipenuhi APBN.
Selain itu, dengan adanya Pro
Bono juga diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan bantuan hukum dari
Sandwich People
” yaitu bukan golongan
masyarakat miskin namun juga tidak
dapat membayar pengacara/advokat.
Fenomena yang kerap kali terjadi di
Indonesia adalah banyak dari kalangan
tengah bukan miskin namun bukan juga
masuk dalam kelompok kaya, ketika
mereka bermasalah dengan hukum dan
saat menghadapi hukum mereka juga
tidak mampu untuk membayar advokat.