Page 12 - Warta BPHN - Tahun Ke IV Edisi XXI September - Desember 2017

Basic HTML Version

12
Warta BPHN
Tahun IV Edisi XXI September - Desember 2017
(Buku I) juga merupakan himpunan
dari berbagai tindak pidana yang
disusun secara sistematis dalam satu
dokumen atau himpunan tindak
pidana (kodifikasi), yang bertujuan
untuk mempermudah penegak hukum
maupun masyarakat luas menemukan
macam-macam tindak pidana. Tindak
pidana yang berada di KUHP tersebut
disebut juga sebagai tindak pidana
Umum. Menurut Prof Muladi suatu
kejahatan/Tindak Pidana yang diatur
dalam KUHP adalah kejahatan yang
bersifat “
mala per se
” (Perbuatan
yang jahat bukan karena setelah
dilarang
Undang-Undang)
atau
mala prohibita
” (Baru dirasakan
tercela setelah dilarang oleh Undang-
Undang) dan masuk ranah hukum
pidana apabila ditemui unsur-unsur
sebagai berikut:
a.
Praktek kecurangan
(deceit);
b.
Adanya
praktek
penyesatan
(misrepresentation);
c.
Penyembunyian
kenyataan
(concealments of facts)
;
d.
Manipulasi;
e.
Pelanggaran kepercayaan (
breach
of trust
);
f.
Akal-akalan
(subterfuge)
;
g.
Pengelakan peraturan (
illegal
circumvention)
.
Dengan
berkembangnya
masyarakat bukan hanya di Indonesia
tetapi perkembangan masyarakat
secara global maka saat ini telah
terjadi pengaturan tindak pidana
di luar KUHP, yang biasa disebut
dengan Tindak Pidana Khusus. Adanya
Undang-Undang Pidana di luar
KUHP itu, sebagaimana ketentuan
yang terdapat dalam Pasal 103 KUHP.
Kebutuhan hukum pidana khusus
tersebut mengatur beberapa subyek
hukum dan/ atau perbuatan pidana
khusus, dan oleh sebab itu memuat
ketentuan dan asas yang menyimpang
dari peraturan hukum pidana umum.
RKUHP
yang
diajukan
pemerintah saat ini merupakan konsep
pembaharuan sistem pemidanaan
nasional dengan menggunakan prinsip
rekodifikasi terbuka, artinya selain
pengaturan pidana yang ada di KUHP,
masih tetap dibuka kemungkinan
perkembangan hukum pidana di luar
KUHP.
Pengaturan pidana khusus
perlu dimasukkan ke dalam RKUHP
didasarkan bahwa Hukum Pidana
nasional adalah satu kesatuan dari
sistem pidana sehingga KUHP kedepan
harus dapat mencerminkan seluruh
sistem pidana yang ada di Indonesia.
Makna dan hakikat pembaharuan
KUHP, dapat dilihat dari hakikat KUHP
itu sendiri, yaitu merupakan suatu
”sistem hukum”, khususnya merupakan
sistem hukum pidana (
penal system
)
atau sistem pemidanaan (
sentencing
system
). Oleh karena itu Pembaharuan
KUHP pada hakikatnya merupakan
pembaharuan Sistem Hukum Pidana/
Sistem Pemidanaan.
Prof. Muladi berpendapat
bahwa terdapat dua macam tindak
pidana khusus yaitu pengaturan
Tindak Pidana khusus terhadap
extraordinary crimes
” (internasional
dan transnasional) dan pengaturan
secara khusus terhadap tindak pidana
administrasi.
Penentuan Tindak Pidana
Khusus dalam RKUHP
Pada
rapat
pembahasan
sebelumnya telat dibahas mengenai
tindak pidana khusus dalam RKUHP.
Menurut Prof. Muladi Untuk menjaga
keefektifan dari tindak pidana khusus
yang yang sudah berjalan selama ini,
maka dalam penyatuan tindak pidana
khusus dalamKUHP digunakanMetode
Semi Global, dimana norma dasar (
core
crimes
) tindak pidana khusus yang
extraordinary
” dimasukkan dalam
kodifikasi dan yang lain ditempatkan
di luar KUHP. Antara pengaturan di
RKUHP dan di luar KUHP bersifat
komplementer. Kriteria
core crime
tersebut mengandung norma hakiki
tindak pidana yang bersangkutan,
merupakan
independent crime
, tidak
bersifat perluasan dan pidananya
relatif berat.
Adapun penentuan Tindak
Pidana yang dimasukkan ke dalam
Tindak Pidana Khusus didasarkan
kriteria:
1) sifat tindak pidana yang berat;
2) hukum acara pidana khusus;
3) merupakan “
predicate crimes”
seperti tindak pidana pencucian
uang;
4) banyak penyimpangan terhadap
asas-asas buku I KUHP;
5) terdapat kelembagaan pendukung
yang spesifik;
6) sifat kejahatan transnasional yang
terorganisir, sehingga diatur juga
dalam konvensi internasional;
7) besarnya kutukan masyarakat
(
people condemnation
) terhadap
kejahatan tersebut sehingga
dianggap “
super mala per se
yang mempunyai dampak korban
(
victim
) sangat luas;
8) Bukan tindak pidana bersifat
administratif.
Dengan memasukkan Pidana
Khusus dalam RKUHP maka tidak
melemahkan bahkan menghilangkan
aspek
extraordinary
karena tetap
menjadikan Undang-Undang yang
berada di luar KUHP dan Perjanjian
Internasional sebagai bahan materi
pengaturannya,
tidak
dilakukan
pengaturan baru. Hal ini bertujuan
untuk tetap menjaga efektifitas hukum
materiil dari pidana khusus tanpa harus
mengenyampingkan tujuan RKUHP
sebagai sistem hukum pidana (
penal
system
) atau sistem pemidanaan
(
sentencing system
) yang mampu
menggambarkan secara menyeluruh
mengenai pengaturan pidana di
Indonesia. (MIP)