Page 10 - Warta BPHN - Tahun Ke IV Edisi XXI September - Desember 2017

Basic HTML Version

10
Warta BPHN
Tahun IV Edisi XXI September - Desember 2017
hukum mengikat, Putusan Mahkamah
Konstitusi memberlakukan undang-
undang yang sebelumnya (Vide
putusan MK Nomor 001-021-022/
PUU-I/2003 bertanggal 15 Desember
2004 terkait pengujian Undang-
Undang tentang Ketenagalistrikan dan
putusan MK Nomor 85/PUU-XI/2013
bertanggal 18 Februari 2015 terkait
pengujian Undang-Undang tentang
Sumber Daya Air) untuk menghindari
kekosongan hukum (
rechtsvacuum
).
Untuk selanjutnya pembentuk
undang-undang (DPR atau Presiden)
perlu menyiapkan undang-undang
perubahan atau undang-undang
penggantianterhadapundang-undang
atau materi muatan tertentu yang
dinyatakan bertentangan dengan UUD
1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat tersebut. Pembentuk
undang-undang
(DPR
maupun
Presiden) perlu segera memproses
tahapan pembentukan undang-
undang sesuai kewenangannya baik
dari segi perencanaan, penyusunan,
pembahasan,
pengesahan
dan
pengundangannya sesuai ketentuan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Dalam Pasal
23 UU No.12 Tahun 2011 tersebut
diatur bahwa instrumen perencanaan
program pembentukan undang-
undang
yang
disusun
secara
berencana, terpadu dan sistematis
dalam pembentukan undang-undang
adalah melalui Program Legislasi
Nasional (Prolegnas). Berdasarkan
ketentuan Pasal 23 UU No.12 Tahun
2011 bahwa akibat putusan Mahkamah
Konstitusi dalam Prolegnas dimuat
daftar kumulatif terbuka.
Dalam implementasinya tindak
lanjut dari akibat Putusan Mahkamah
Konstitusi untuk memprogramkan
perubahan atau penggantian undang-
undang/norma tertentu undang-
undang yang dinyatakan berten­
tangan dengan UUD 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat
terdapat variasi urgensi dan prioritas
dari pembentuk undang-undang baik
dari DPR maupun dari Presiden untuk
memasukkannya dalam Prolegnas.
Arahan agar pembentuk undang-
undang untukmenindak lanjuti putusan
Mahkamah Konstitusi tegas dinyatakan
dalam Pasal 10 Jo Pasal 23 UU No.12
Tahun 2011, menyatakan bahwa akibat
Putusan Mahkamah Konstitusi perlu
tindak lanjut yang materi muatannya
harus diatur dengan undang-
undang untuk mencegah terjadinya
kekosongan hukum (
rechtsvacuum
).
Sesungguhnya
daftar
kumulatif terbuka dalam Prolegnas
merupakan “karpet merah” bagi
pembentuk undang-undang untuk
memprioritaskan proses pembentukan
undang-undang. Pasal 10 ayat (2) UU
No.12 Tahun 2011 menegaskan bahwa
tindak lanjut putusan Mahkamah
Konstitusi dilakukan oleh DPR atau
Presiden. Penjelasan Pasal 10 ayat
(2) menyatakan bahwa tindak lanjut
atas putusan Mahkamah Konstitusi
dimaksudkan untuk mencegah terja­
dinya kekosongan hukum. Keko­
songan hukum mempunyai implikasi
ketidakpastian hukum dan berakibat
lebih jauh bagi masyarakat dan
pencari keadilan dalam memperoleh
hak-haknya dalam pelayanan hukum
dan keadilan.
Peran Kementerian
Hukum dan HAM dalam
tindak lanjut Putusan
Mahkamah Konstitusi
Peraturan Presiden Nomor
87 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan ter­
kait perencanaan pembentukan pera­
turan perundang-undangan (Peren­
canaan Rancangan Undang-Undang)
meliputi kegiatan penyusunan Naskah
Akademik,
penyusunan
Proleg­
nas ( jangka menengah, penyu­
sunan Prolegnas prioritas tahunan;
perencanaan penyusunan Rancangan
Undang-Undang Kumulatif terbuka
dan
perencanaan
penyusunan
Rancangan Undang-Undang diluar
Prolegnas sesuai ketentuan Pasal 6
Jo Pasal 1 angka 19 di lingkungan
Pemerintah
dikoordinasikan oleh
Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang
hukum
.
Menteri melakukan koordinasi
atas usul penyusunan RUU yang
termasuk dalam kumulatif terbuka
termasuk lampiran usul seperti
naskah akademik, surat keterangan
penyelarasan Naskah Akademik,
Rancangan Undang-Undang, Surat
Keterangan telah selesainya pelak­
sanaan rapat panitia antar kementerian
dan/atau antar non kementerian dari
Pemrakarsa dan Surat Keterangan
telah selesainya pengharmonisasian,
pembulatan,
dan
pemantapan
konsepsi Rancangan Undang-Undang.
Peran
Kementerian
yang
menyelenggarakan urusan peme­
rintahan di bidang hukum terkait
tindak lanjut/implementasi putusan
Mahkamah Konstitusi sangat dominan.
Kementerian ini yang mendapat kuasa
dari Presiden sebagai pihak Pemerintah
memberi keterangan di Mahkamah
Konstitusi
dalam
permohonan
pengujian undang-undang terhadap
UUD 1945 dan Kementerian (Men­
teri) ini juga yang ditunjuk oleh
Presiden mewakili Pemerintah dalam
pembahasan Rancangan Undang-
Undang di Dewan Perwakilan Rakyat.
Kementerian Hukum dan Ham
berada di hulu dalam pembentukan
undang-undang kemudian berada
di hilir dalam hal undang-undang
dimohonkan pengujian karena diduga
bertentangan dengan UUD 1945 dan
kemudian dalam hal menindaklanjuti
putusan
Mahkamah
Konstitusi
yang memerlukan perubahan atau
penggantian undang-undang.
Dari penjelasan DR. Wahiduddin
Adams, SH.,MA sangat jelas tugas
dan fungsi Kementerian Hukum dan
HAM dalam pembentukan Undang-
Undang, diharapkan melalui tahapan
yang konsisten akan dihasilkan suatu
Undang-Undang yang baik dan
berkualitas.(vio)